“Sudah sejak kami masih pengantin baru dia seperti itu mbak.. paling tidak enak dihatiku mendengar kalimat ‘menyesal aku kenapa dulu mau menikah sama kamu dik…’ hanya karena aku mengingatkannya untuk tidak sering pulang malam jika pekerjaan sudah selesai..” kudengar lagi kalimat itu untuk kesekian kali, kulihat wajahnya sambil mencari jejak air mata yang lagi-lagi keluar…entah untuk kesekian kalinya. Belum lagi suaminya yang sudah beberapa hari tidak pulang dan seringkali seperti itu sejak pengantin baru. Padahal usia pernikahan mereka baru genap setahun dan telah dikaruniai seorang putra yang lucu. Menurutku bukan hal yang wajar bagi pasangan pengantin baru yang harusnya sedang senang-senangnya merenda hari-hari bersama, dan harusnya akan selalu seperti itu…
Terlalu naïf memang jika aku tampak membela sang istri…hanya karena aku perempuan. Tapi aku bisa memahami dengan pasti bagaimana perasaannya, bagaimana jika pekerjaan suami yang menuntun dia harus berangkat pagi-pagi sekali dan baru pulang hingga larut malam…disaat anaknya telah tidur dan istrinya menunggu dengan setia, tapi justru ketika akhir pekan dia menghabiskan waktunya ditempat lain entah dimana… tidak wajarkah jika seorang istri merindukan keberadaan suaminya…bukan karena suaminya tengah melaksanakan tugas ditempat yang jauh hingga harus menahan kerinduan karena terpisah jarak dan waktu… bukan juga karena suaminya pergi berjihad hingga dia harus mengikhlaskannya demi Ridho Allah SWT.. tapi karena suaminya lebih memilih menghabiskan waktu akhir pekan atau waktu luang di akhir kerjanya entah dimana…dengan alasan yang tidak pernah diketahuinya…dan tidak mengetahuinya…
Terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki sang istri, seorang suami berkewajiban untuk menjaga amanah baru yang dia terima melalui ikrarnya di hadapan Allah SWT. Meski suami berhak untuk marah atau tidak menggauli istrinya dengan tujuan untuk menghukum atau memberikan pelajaran…tapi hendaknya dengan cara yang baik dan tidak menyinggung hati istrinya. Komunikasi yang baik mutlak diperlukan dalam menjalankan roda kehidupan berumah tangga. Bagaimana pasangan baru bisa saling menghargai adanya perbedaan, dan kebiasaan pasangan yang mungkin bertolak belakang dengan kebiasaannya, bagaimana memberikan penjelasan tentang apa yang dirasakan dari pasangannya maupun bagaimana menyikapi penjelasan yang diterima dari pasangan.
QS. An-Nisa’ (19): Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Hal ini berkaitan dengan masa taaruf sebelum diputuskan untuk melanjutkan pada tahap khitbah… Memang tidak mungkin bisa mengetahui secara keseluruhan bagaimana karakter dan kebiasaannya pada masa taaruf, namun hal tersebut dapat dilihat dari prinsip hidup yang dia sodorkan, karenanya kriteria agama menjadi prioritas utama. Dari
Wallahua’lam.